BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Eliminasi adalah
proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses).
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem
tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra. Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu:
kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat
diatas nilai ambang, yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul
refleks saraf yang disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha
mengosongkan kandung kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan
kesadaran akan keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks
autonomik medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh
pusat korteks serebri atau batang otak.
Pada eliminasi
urine normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja,
makan atau bangun tidur. Normal miksi sehari adalah 5 kali.
Defekasi adalah
pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel movement.
Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap
orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan
rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar
terhadap kebutuhan untuk defekasi.
Eliminasi yang teratur
dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan
pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh
yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal.
Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas
toilet yang normal. Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawat harus
mengerti proses eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi. Asuhan kaperawatan yang mendukung akan menghormati privasi dan
kebutuhan emosional klien. Tindakan yang dirancang untuk meningkatkan eliminasi
normal juga harus meminimalkan rasa ketidaknyamanan.
B.
Rumusan
Masalah
·
Apa yang dimaksud
dengan eliminasi?
·
Masalah apa saja yang
dapat mempengaruhi proses eliminasi?
·
Apa saja faktor yang
mempengaruhi eliminasi?
·
Bagaimana cara
membantu pasien eliminasi?
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui masalah dan faktor apa saja
yang mempengaruhi proses eliminasi seseorang terutama pada pasien, serta
mengetahui bagaimana cara membantu pasien untuk eliminasi baik di tempat tidur
maupun di toilet.
BAB II
KERANGKA KONSEPTUAL
A.
Pengertian
Gangguan eliminasi
urine adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang yang mengalami gangguan eliminasi urine
akan dilakukan katerisasi urine, yaitu tindakan memasukkan selang kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra dengan tujuan mengeluarkan urine.
Masalah-masalah dalam
eliminasi urine yaitu:
a. Retensi,
yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan ketidaksanggupan
kandung kemih untuk mengosongkan diri. Retensi urine dapat disebabkan oleh
hal-hal seperti: obstruksi (misalnya hipertrofi prostat), pembedahan pada
daerah abdomen bawah, pelvis, atau kandung kemih.
b. Inkontinensi
urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot sfingter ekstema
untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih. Inkontinensia urine dapat
dibagi menjadi lima jenis, yaitu: inkontinensia fungsional, inkontinensia
refleks, inkontinensia stres, inkontinensia urgensi (dorongan) dan
inkontinensia total.
c. Enuresis,
yaitu peristiwa berkemih yang tidak disadari. Sering terjadi pada anak-anak,
umumnya terjadi pada malam hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali
atau lebih dalam semalam.
d. Urgency,
adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
e. Dysuria,
adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
f. Polyuria,
produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti 2500 ml/hari
tanpa adanya peningkatan intake cairan.
g. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak
produksi urine.
Gangguan
eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko
tinggi mengalami statis pada usus besar, mengakibatkan jarang buang air besar,
keras, feses kering. Untuk mengatasi gangguan eliminasi fekal biasanya
dilakukan huknah, baik huknah tinggi maupun huknah rendah. Memasukkan cairan
hangat melalui anus sampai ke kolon desenden dengan menggunakan kanul rekti.
Defekasi
biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk ke dalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang
ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal internal tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka
feses keluar.
Refleks defekasi
kedua yaitu parasimpatis. Ketika saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan
ke spinal cord (sakral 2-4) dan kemudian kembali ke kolon desenden, kolon
sigmoid dan rektum. Sinyal-sinyal parasimpatis ini meningkatkan geombang
peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks
defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan,
spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya.
Masalah
eliminasi fekal yang sering ditemukan, yaitu:
a. Konstipasi,
merupakan gejala bukan penyakit. Yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan
pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan. BAB yang keras dapat
menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal
lebih lama, sehingga banyak air diserap.
b. Impaction,
merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan feses sampai
pada kolon sigmoid.
c. Diare,
merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak terbentuk. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi di dalam kolon
merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa.
Akibatnya feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
d. Inkotinensia
fekal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi spingter
anal eksternal. Pada situasi tertentu secara mental pasien sadar akan kebutuhan
BAB tapi tidak sadar secara fisik. Kebutuhan dasar pasien sangat tergantung
pada perawat.
e. Flatulens,
yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang dan distended,
merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas keluar dari mulut (sendawa) atau
anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan peningkatan gas di usus adalah
pemecahan makanan oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus
yang menghasilkan
f. Hemoroid,
yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal jantung
dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh
darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien merasa panas
dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan
nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
B.
Tanda
dan Gejala
Tanda gangguan eliminasi urine:
a. Retensi
urine
1. Ketidak
nyamanan daerah pubis
2. Distensi
dan ketidaksanggupan untuk berkemih
3. Urine
yang keluar dengan intake tidak seimbang
4. Meningkatnya
keinginan untuk berkemih dan resah
5. Ketidaksanggupan
untuk berkemih
b. Inkontinensia
urine
1. Pasien
tidak dapat menahan keinginan untuk BAK sebelum sampai di WC
2. Pasien
sering mengompol
Tanda gangguan eliminasi fekal:
a. Konstipasi
1. Menurunnya
frekuensi BAB
2. Pengeluaran
feses yang sulit, keras dan mengejan
3. Nyeri
rektum
b. Impaction
1. Tidak
BAB
2. Anoreksia
3. Kembung/kram
4. Nyeri
rektum
c. Diare
1. BAB
sering dengan cairan dan feses yang tidak terbentuk
2. Isi
intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3. Iritasi
di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan sekresi
mukosa
4. Feses
menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB
d. Inkontinensia
Fekal
1. Tidak
mampu mengontrol BAB dan udara dari anus
2. BAB
encer dan jumlahnya banyak
e. Flatulens
1. Menumpuknya
gas pada lumen intestinal
2. Dinding
usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram
3. Biasanya
gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
f. Hemoroid
1. Pembengkakan
vena pada dinding rektum
2. Perdarahan
jika dinding pembuluh darah vena meregang
3. Merasa
panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4. Nyeri
C.
Faktor
yang Mempengaruhi Eliminasi
Faktor yang mempengaruhi eliminasi
urine:
ü Diet
dan Asupan (Intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan
faktor utama yang mempengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dapat
menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga dapat meningkatkan
pembentukan urine.
ü Respons
Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan
awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine banyak tertahan didalam urinaria
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.
ü Gaya
Hidup
Perubahan gaya hidup dapat
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya
fasilitas toilet.
ü Stres
Psikologis
Meningkatnya stres dapat
mengkibatkan meningkatnya frekuensi keinginan untuk berkemih dan jumlah urine
yang diproduksi.
ü Tingkat
Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus
otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot
vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
ü Tingkat
Perkembangan
Tingkat perkembangan dan
pertumbuhan juga dapat mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan
pada anak yang lebih memiliki kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun
dengan usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil.
ü Kondisi
Penyakit
Kondisi penyakit dapat mempengaruhi
produksi urine, seperti diabetes melitus.
ü Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada masyarakat tertentu yang
melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.
ü Kebiasaan
Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan
berkemih mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine
bila dalam keadaan sakit.
ü Tonus
Otot
Tonus otot yang memiliki peran
penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
ü Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan
penurunan pemberian obat anestesi menurunkan filtrasi glomelurus yang dapat
jumlah urine karena dampak dari
ü Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat
berdampak pada terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.
Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan
pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi
urine.
ü Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga
dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih seperti IVY (intra uenus
pyelogram), yang dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi produksi
urine. Selain itu tindakan sistoskopi dapat menimbulkan edema lokal pada uretra
yang dapat menganggu pengeluaran urine.
Faktor yang mempengaruhi eliminasi
fekal:
ü Usia
dan perkembangan: mempengaruhi karakter feses, control
ü Diet
ü Pemasukan
cairan. Normalnya: 2000-3000 ml/hari
ü Aktifitas
fisik: merangsang peristaltik usus, sehingga peristaltik usus meningkat
ü Faktor
psikologik
ü Kebiasaan
ü Posisi
ü Nyeri
ü Kehamilan:
menekan rektum
ü Operasi
dan anestesi
ü Obat-obatan
ü Test
diagnostik: barium enema dapat menyebabkan konstipasi
ü Kondisi
patologis
ü Iritan
D.
Tindakan
Keperawatan
v Membantu
pasien eliminasi dengan pispot urinal
Jenis-jenis
Pispot :
1. Pispot
2. Kursi
untuk buang air besar yaitu pispot yang di pasang di kursi roda
Tujuan
• Membantu
pasien dalam rangka memenuhi kebutuhan elimiasi pasien
• Mengobservasi
output
• Memberikan
rasa nyaman pada pasien
Indikasi
- Dilakukan
pada pasien yang tidak mampu ke toilet
- Pada
pasien yang bedrest total
- Pada klien
selesai operasi agar luka bekas operasi tidak infeksi karena terlalu banyak
bergerak
Kontra
Indikasi.
- Pasien
yang mampu ke toilet atau bisa BAB secara mandiri
- Pasien
dengan fraktur vertebra dan femur
Prosedur
kerja
a.
Persiapan Pasien
• Memberi salam
• Mengenalkan
diri pada klien atau keluarga
• Menjelaskan
maksud dan tujuan tindakan
• Menjelaskan
prosedur tindakan yang akan dilakukan
• Posisikan
pasien sesuai kebutuhan
b. Persiapan Perawat
• Mencuci
tangan dari lengan dengan sabun di bawah air mengalir
• Menilai
keadaan umum pasien
c. Persiapan lingkungan
• Pasang
sampiran atau sketsel
• Pintu dan
jendela dalam keadaan tertutup
d.
Persiapan alat :
1. Pispot dan
tutupnya atau urinal
2. Sampiran
3. Alas
bokong (perlak dan alasnya)
4. Bell (bila
ada)
5. Tissue
6. Selimut
mandi
7. 2 baskom
berisi air (satu untuk bilas sabun) bila ada
8. 2 waslap
9. Handuk
10. Botol berisi air untuk cebok
11. Sarung tangan bersih
12. Korentang
13. Sabun
14. Schort
e.
Prosedur Pelaksanaan
1. BHSP
2. Jelaskan
tujuan dan prosedur kepada pasien
3. Bawa alat
ke dekat pasien
4. Tutup
pintu dan jendela dan pasang sampiran
5. Cuci
tangan, pakai schort, memakai sarung tangan bersih dan berdiri di sisi klien
6. Pasang
selimut mandi dan turunkan selimut pasien
7. Tinggikan
tepi tempat tidur untuk mencegah pasien jatuh
8. Minta
klien untuk mengangkat bokongnya atau miring (bila perlu dibantu perawat) lalu
bentangkan perlak dan alasnya
9. Buka
pakaian pasien bagian bawah
10. Anjurkan
klien untuk berpegangan di bawah / bagian belakang tempat tidur sampai menekuk
lutut sambil diikuti dengan mengangkat bokong kemudian pasang pispot
perlahan-lahan
11. Jika pasien
pria, pasang urinal untuk BAK
12. Pastikan
bahwa sprei dan stik laken tidak terkena
13. Tinggalkan
pasien dan anjurkan untuk membunyikan bell jika sudah selesai atau memberi tahu
perawat
14. Jika sudah
selesai, tarik atau ambil pispot dan letakkan lengkap dengan tutupnya di atas
kursi atau meja dorong
15. Bersihkan
daerah perianal dengan tisu (untuk pasien wanita, bersihkan mulai dari uretra
sampai dengan anus untuk mencegah perpindahan mikroorganisme dari rectal ke
saluran kemih) kemudian buang tissue ke dalam pispot
16. Gunakan
waslap untuk mencuci daerah perianal dengan air sabun
17. Bilas dengan
air bersih
18. Keringkan
daerah perianal dengan handuk
19. Angkat
alas bokong
20. Kembalikan
posisi pasien seperti semula
21. Kenakan
kembali pakaian bawah pasien
22. Angkat
selimut mandi dan sekaligus menarik selimut pasien ke atas
23. Ganti
linen (jika kotor karena terkena feses atau urine)
24. Rapikan
pasien
25. Buka
sampiran, pintu dan jendela
26. Jika perlu
beri pengharum ruangan
27. Bersihkan
pispot
28. Cuci
tangan
29. Dokumentasikan
warna, bau, feses, urine, dan konsistensi feses serta catat kondisi daerah
perianal
f.
Hasil Evaluasi
1. Pasien
tidak merasa lelah dengan pergerakan yang minimal
2. Pasien
merasa nyaman
3. Melaksanakan
dokumentasi :
a. Mencatat
tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan pasien
b. Catat
tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda
tangan/paraf pada lembar catatan pasien.
g.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Bila
tidak dapat di tolong oleh seorang perawat, misalnya pasien gemuk, maka di
perlukan lebih dari satu orang perawat dan caranya adalah sebagai berikut :
- Bila dua
orang perawat. Perawat berdiri di sebelah kanan dan kiri pasien,satu orang
perawat tangan dan mengangkat dengan dua perawat yang lain membantu sambil
menyorongkan pispot.
- Bila tiga
orang perawat, dua orang berdiri di sebelah kanan pasien dan satu lagi berdiri
di sebelah pasien (sebaliknya) dua orang perawat
- mengangkat
pasien dan satu orang menyorongkan pispot sambil membantu dan mengangkat bokong
pasien.
2. Menggunakan
pispot yang bersih dan kering.
3. Menggunakan
sarung tangan sekali pakai dan cuci tangan anda segera sebelum dan sesudah
melaksanakan prosedur untuk mencegah penularan penyakit ke orang lain dan juga
ke diri anda sendiri.
4. Memberi
privasi pada pasien. Cobalah untuk membuat pasien senyaman mungkin selama
prosedur tindakan.
5. Sebaiknya
memberikan pispot jangan waktu makan, berkunjung atau menerima tamu kunjungan
(visit) Dokter.
v Huknah/Enema
Enema
adalah suatu solusion (larutan) yang dimasukkan ke dalam rektum dan kolon
sigmoid. Fungsinya adalah untuk mengeluarkan feses dan flatus. Pemberian huknah
ada 2, yaitu:
1. Huknah
rendah
Huknah rendah adalah tindakan
keperawatan dengan cara memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desendens
dengan menggunakan kanula rektal melalui anus. Huknah rendah dilakukan sebelum
operasi (persiapan pembedahan) atau pasien yang mengalami obstipasi.
Tujuan
a. Mengosongkan
usus pada pra-pembedahan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan selama
operasi berlangsung, seperti BAB
b. Merangsang
buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk mengeluarkan feses
karena kesulitan untuk defekasi (pada pasien sembelit)
Alat
dan Bahan
·
Pengalas
·
Irigator lengkap dengan
kanula rektal dan klem
·
Cairan hangat (700-1000
ml dengan suhu 40,5
C)
·
Bengkok
·
Jeli
·
Pispot
·
Sampiran
·
Sarung tangan
·
Tisu
Prosedur
Kerja
a. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada pasien
b. Cuci
tangan
c. Atur
ruangan dengan memasang sampiran bila pasien dirawat di bangsal umum
d. Atur
posisi pasien dengan posisi sims kiri
e. Pasang
pengalas di bawah area gluteal
f. Siapkan
bengkok di dekat pasien
g. Irigator
diisi cairan hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian periksa alirannya
dengan membuka kanula rektal dan keluarkan air ke bengkok dan beri jeli pada
kanula
h. Gunakan
sarung tangan
i.
Masukkan kanula
kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah kolon desendens sambil pasien diminta
menarik napas panjang dan pegang irigator setinggi 50 cm dari tempat tidur dan
buka klemnya. Air yang dialirkan sampai pasien menunjukkan keinginan untuk
defekasi
j.
Anjurkan pasien untuk
menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
Bila pasien tidak mampu mobilisasi, bersihkan daerah sekitar anus hingga bersih
dan keringkan dengan tisu
k. Cuci
tangan setelah prosedur dilakukan
l.
Catat jumlah feses yang
keluar, warna, kepadatan dan respons pasien
2. Huknah
tinggi
Huknah
tinggi adalah tindakan memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asendens dengan
menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat dilakukan pada pasien yang akan
dilakukan tindakan pembedahan umum.
Tujuan
Mengosongkan
usus untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, seperti buang air besar
selama prosedur operasi dilakukan atau pengosongan sebagai tindak
diagnostik/pembedahan.
Alat
dan Bahan
·
Pengalas
·
Irigator lengkap dengan
kanula usus
·
Cairan hangat (700-1000
ml dengan suhu 40,5
C)
·
Bengkok
·
Jeli
·
Pispot
·
Sampiran
·
Sarung tangan
·
Tisu
Prosedur
Kerja
a. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan pada pasien
b. Cuci
tangan
c. Atur
ruangan dengan meletakkan sampiran bila pasien berada dalam bangsal umum atau
bila pasien dirawat di ruang privat, cukup dengan menutup pintu kamar
d. Atur
posisi pasien dengan posisi sims kanan
e. Pasang
pengalas di bawah daerah anus
f. Siapkan
bengkok dekat pasien
g. Irigator
diisi cairan hangat sesuai suhu badan dan hubungkan kanula usus, kemudian
periksa aliran dengan membuka kanula anus dan mengeluarkan air ke bengkok dan
berikan jeli pada ujung kanula tersebut
h. Gunakan
sarung tangan
i.
Masukkan kanula ke
dalam rektum ke arah kolon asendens (15-20 cm) sambil pasien diminta menarik
napas panjang dan pegang irigator setinggi 30 cm dari tempat tidur dan buka
klem sampai air mengalir dan menimbulkan rasa ingin defekasi
j.
Anjurkan pasien untuk
menahan sebentar bila ada rasa ingin defekasi dan pasang pispot atau anjurkan
ke toilet, bila pasien tidak mampu ke toilet bersihkan dengan menyiram daerah
perineum hingga bersih dan keringkan dengan tisu
k. Cuci
tangan
l.
Catat jumlah, warna,
konsistensi dan respons pasien terhadap tindakan
v Mengeluarkan
feses secara manual
Mengeluarkan feses secara manual
dengan jari adalah tindakan memasukkan jari perawat ke dalam rektum pasien
untuk mengambil, menghancurkan massa feses dan mengeluarkan dalam bentuk telah
hancur.
Tujuan
1. Membantu
pasien buang air besar
2. Merangsang
pengeluaran buang air besar
Indikasi
Prosedur
ini digunakan bila massa feses yang terlalu keras/besar sudah berada di rektum,
tetapi tidak dapat keluar dan setelah pemberian enema tidak berhasil.
Pelaksanaan
1. Persiapan
alat
·
Sarung tangan
disposibel
·
Vaselin/minyak
pelumas/xylocain jelly
·
Selimut mandi
·
Sabun
·
Baskom berisi air,
waslap dan handuk
2. Prosedur
·
Identifikasi kebutuhan
pasien
·
Ukur frekuensi nadi
pasien
·
Jelaskan tujuan dan
manfaat prosedur pada pasien
·
Bantu pasien untuk
posisi miring dengan lutut fleksi
·
Selimuti tubuh pasien
dan ekstremitas bawah dengan selimut mandi
·
Letakkan pispot di
samping pasien
·
Cuci tangan dan kenakan
sarung tangan disposibel
·
Beri pelumas pada jari
telunjuk yang telah menggunakan sarung tangan dengan vaselin atau pelumas
lainnya
·
Masukkan jari ke dalam
rektum pasien dan dorong dengan perlahan sepanjang dinding rektal ke arah massa
feses yang impaksi
·
Secara perlahan
lunakkan massa feses dengan memijat daerah sekitar yang impaksi. Arahkan jari
ke dalam feses yang mengeras
·
Korek feses ke bawah,
ke arah dubur, keluarkan sebagian feses berulang kali sampai habis
·
Secara periodik, kaji
nadi pasien dan lihat adanya keletihan. Hentikan prosedur bila frekuensi nadi
pasien menurun atau iramanya berubah
·
Teruskan membersihkan
rektum dari feses dan berikan interval istirahat untuk pasien
·
Setelah selesai,
gunakan waslap dan handuk untuk mencuci bokong dan area anal
·
Singkirkan pispot dan
buang feses. Lepaskan sarung tangan dengan membalikkan bagian dalam keluar dan
buang ke dalam wadah yang telah disediakan
·
Bantu pasien ke posisi
semula dan bantu memakai celana
·
Cuci tangan dan catat pada
rekam medik hasil tindakan tadi
Contoh penerapan kasus
Kasus
Ny.
PF, 52 tahun, dirawat di ruang bedah wanita karena cedera akibat terjatuh saat
turun tangga ketika hendak sholat subuh. Keluarga segera membawa pasien ke
rumah sakit. Pasien mengalami fraktur pada bagian paha kanan atas, tidak ada
luka terbuka (fraktur tertutup), dan hanya terlihat memar pada bagian yang
mengalami fraktur. Besok pagi akan dilakukan operasi dan sudah dilakukan
berbagai persiapan. Pasien terlihat kesakitan terutama saat ingin mengubah
posisi. Dokter sudah memberikan obat penurun rasa sakit dan antibiotik, serta
dianjurkan untuk mengistirahatkan kakinya dengan tidak banyak bergerak. Pada
saat perawat mengukur tanda-tanda vital, pasien terlihat meringis dan memegang
perut bagian bawah. Saat ditanyakan ternyata pasien ingin BAK. Namun, karena
takut menimbulkan rasa sakit kalau menggerakkan kakinya, pasien terlihat
ragu-ragu mengemukakannya.
Data Fokus
Subjektif
-
Ny. PF mengatakan ingin
BAK, tetapi takut sakit kalau menggerakkan kakinya
Objektif
-
Fraktur pada bagian
paha atas (fraktur tertutup)
-
Rencana operasi besok
pagi
-
Pasien tampak meringis
dan memegang perut bagian bawah
-
TD : 120/90 mmHg,
pernapasan 24 x/menit, nadi 84 x/menit, suhu 36,8
C
-
Program terapi:
Terazorin 250 mg 3 x 1; Proscar 10 mg 3 x 1; dan tirah baring total
Diagnosis Keperawatan
Ketidakmampuan
pemenuhan kebutuhan dasar: buang air kecil berhubungan dengan nyeri
Rencana Keperawatan
Diagnosis Keperawatan
|
Tujuan dan Kriteria Hasil
|
Rencana Tindakan
|
Ketidakmampuan
pemenuhan kebutuhan dasar: buang air kecil berhubungan dengan nyeri
|
Tujuan:
Kebutuhan
eliminasi urine Ny. PF terpenuhi
Kriteria
Hasil:
·
Pasien bisa BAK sesuai dengan polanya
sehari-hari
·
Nyeri perut bagian bawah hilang
·
Intake cairan/ air putih meningkat
menjadi ± 3000 cc/24 jam
|
1. Identifikasi
pola/riwayat eliminasi urine
2. Kaji
kondisi ketidak- nyamanan dan keinginan BAK
3. Bantu
dan persiapkan alat kebutuhan pasien untuk BAK
4. Catat
waktu pasien eliminasi untuk menentukan pola berkemih
5. Berikan
waktu yang cukup untuk BAK
6. Dorong
pasien untuk minum air putih lebih banyak dari biasanya
|
Catatan Keperawatan
Hari/Tgl/Jam
|
No. Diagnosis Keperawatan
|
Tindakan
|
Hasil
|
Tanda Tangan
|
Rabu/
2 Mei 2009/ Pkl. 10.30
|
1
|
Mengkaji
kondisi ketidaknyamanan dan keinginan BAK
|
- Pasien
mengatakan ingin BAK, tetapi takut sakit kalau menggerakkan kakinya
-
Meringis dan memegang perut bagian bawah
|
|
Pkl.
10.45
|
1
|
Membantu
pasien BAK
|
-
Urine dapat keluar, jumlah urine
banyak
-
Nyeri perut bagian bawah berkurang
|
|
Pkl.
11.00
|
1
|
Mencatat
setiap eliminasi untuk menentukan pola toileting
|
Pasien
BAK 4-5 x/hari dan BAB 1 x/hari
|
|
Pkl.
11.15
|
1
|
Mendorong
pasien untuk meningkatkan pemasukan cairan/ minum lebih banyak dari biasanya
|
Pasien
terlihat minum lebih banyak dari biasanya (± 3000 cc/24 jam)
|
|
Catatan Pekembangan
Hari/Tgl/Jam
|
No. Diagnosis Keperawatan
|
Perkembangan
|
Tanda Tangan
|
Rabu/
2 Mei 2009/ Pkl. 14.00
|
1
|
S:
Ny. PF mengatakan perut bagian bawah tidak sakit lagi
O:
- Ny. PF dapat BAK dan jumlah urine banyak
- Terlihat
pasien minum lebih banyak dari biasanya (± 3000 cc/24 jam)
A:
Masalah teratasi
P:
Rencana tindakan dihentikan
|
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Eliminasi adalah
proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urine atau bowel (feses). Masalah
eliminasi urine yaitu: retensi, inkotinensia urine, eneuresis, urgency,
dysuria, polyuria, urinari suppresi sedangkan masalah eliminasi fekal yaitu:
konstipasi, impaction, diare, inkotinensia fekal, flatulens dan hemoroid.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi eliminasi urine dan fekal yaitu: usia dan perkembangan, diet,
pemasukan cairan, aktifitas fisik, faktor psikologis, kebiasaan, kondisi
patologis, pengobatan, dll. Membantu pasien eliminasi dapat dilakukan oleh satu
orang perawat (bila pasien gemuk dapat dua atau tiga perawat), saat tindakan
akan dilakukan pastikan privasi pasien tetap terjaga. Gunakan pispot yang
kering dan bersih dan pastikan hygiene sebelum dan sesudah prosedur
dilaksanakan.
B.
Saran
Saran
kami agar dengan penulisan makalah ini adalah perawat dapat menerapkan cara
membantu pasien untuk eliminasi dengan tetap menjaga kenyamanan dan privasi
pasien, sehingga pasien akan tetap terjaga pola eliminasinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Hidayat, A. Azis
Alimul & Musrifatul Uliyah. 2004. Kebutuhan
Dasar Manusia.Jakarta: EGC.
Suparmi, Yulia
dkk. 2008. Panduan Praktik Keperawatan. Yogyakarta:
PT Citra Aji Parama.
Tim Penulis
Poltekkes Depkes Jakarta III. 2009. Panduan
Praktik Kebutuhan Dasar Manusia I. Jakarta: Salemba Medika.
http://nsyadi.blogspot.com/2011/12/kebutuhan-dasar-manusia-eliminasi-bab.html,
Rabu, 20 Maret 2013, 13.00.
lampiran :
Makasih
BalasHapus